Sinkronisasi Kebijakan Tata Ruang Barito Utara Dibahas Mendalam
MUARA TEWEH – DPRD Kabupaten Barito Utara melaksanakan rapat dengar pendapat bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) guna menyelaraskan sejumlah isu krusial mengenai tata ruang dan status kawasan hutan. Pertemuan ini menjadi langkah penting untuk memastikan seluruh agenda pembangunan tetap berada dalam jalur regulasi.
Kepala Dinas PUPR Barito Utara, M. Iman Topik, memaparkan gambaran terbaru kondisi tata ruang wilayah berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 6627 Tahun 2021 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah hingga 2020.
“Revisi RTRW terbaru yang tertuang dalam Perda Nomor 13 Tahun 2019 telah menggambarkan pola ruang daerah dengan jelas melalui peta yang kami tampilkan. Setiap warna menunjukkan fungsi kawasan yang berbeda, mulai dari hutan lindung hingga areal penggunaan lain,” ujar Iman Topik, baru-baru ini.
Ia menguraikan bahwa total luas wilayah Kabupaten Barito Utara mencapai 998.770,62 hektar dengan proporsi hutan lindung mencapai 43.609,23 hektar, serta bagian lain berupa hutan produksi tetap seluas 347.139,75 hektar atau sekitar 34,76 persen.
Selain itu, hutan produksi terbatas memiliki porsi 257.003,35 hektar, sedangkan hutan produksi konversi mencapai 157.192,51 hektar yang berpotensi untuk diarahkan menjadi area pemanfaatan lain sesuai kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
Iman Topik juga menegaskan bahwa terdapat areal penggunaan lain (APL) seluas 180.026,59 hektar yang kini menjadi fokus penataan karena sebagian di antaranya tidak produktif dan diajukan untuk pelepasan kepada KLHK.
Melalui forum ini, ia menambahkan bahwa pemerintah daerah telah mengusulkan pelepasan sekitar 53.780 hektar lahan APL tidak produktif agar dapat digunakan lebih optimal dalam mendukung pembangunan daerah.
Dalam pemaparannya, ia turut menyoroti sejumlah aset daerah seperti infrastruktur jalan dan bangunan yang berdasarkan overlay peta ternyata berada dalam kawasan hutan sehingga membutuhkan penyelesaian administrasi untuk menghindari hambatan di masa depan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mencari solusi terbaik, termasuk opsi pelepasan atau pemanfaatan kawasan sesuai aturan,” paparnya.
RDP ini menjadi momentum penting untuk menyelaraskan pemahaman dan memastikan bahwa kebijakan tata ruang tidak hanya memenuhi aspek teknis dan hukum, tetapi juga memberi manfaat bagi masyarakat luas. (Red/Adv)
